Saturday, November 24, 2007

“AVIP” Bagian-1 : Cerita Pesta


“Sisi..ya?”..tiba-tiba ada seorang cowok menyapaku dan tersenyum…..eeehm..manis euy…, ketika itu aku sedang duduk menunggu kakak mengambil hidangan prasmanan pada pernikahan sepupuku. ”I..i..ya…, maaf…mas siapa ya…aku kok agak lupa?” jawabku agak tergagap. Kembali senyum manisnya mengembang…”Wah..sombong nih…mentang-mentang sudah lama jadi ‘mojang priangan’, coba deh inget-inget lagi….rumah nenekku yang di sebelah pakdhemu ini” katanya sambil coba kasih ‘clue’. Sebenarnya aku juga agak sedikit inget setelah kuperhatikan wajahnya, tapi aku masih belum yakin.

Wajah itu seperti wajah kakak cowok mbak Mia-teman kakakku. Sewaktu aku masih SD, di mataku dia sudah anak gede dan aku mengira mas ini sudah di SMP atau SMA. Yang aku inget, dia hanya datang sekali-kali saja ke rumah nenek mbak Mia, dan yang mencolok dan nggak kulupa adalah kulitnya yang putih bersih beda dengan kulit anak-anak di desaku yang kebanyakan hitam kecoklatan terbakar matahari. Waktu itu aku sering melihat dia tapi tidak pernah kenalan, hanya kakakku yang sering ngobrolin tentang dia dengan mbak Mia, makanya aku bisa tahu nama mas itu adalah AVIP.

“Kok malah ngelamun..sih, inget nggak?” tanyanya membuyarkan lamunanku di masa kecil. “Aduh sorry…...mas ini apa cucunya mbah Dono yang rumah sebelah ya?” tebakku. “Iya,bener…trus apalagi yang kau ingat? tanyanya masih sambil memberikan senyum manisnya. “Ehm…mas kakaknya mbak Mia? lanjutku. “Bener sekali…berarti kau masih inget aku dong..Sisi” katanya. “Wah..syukur deh aku gak salah nebak,” sahutku. Tapi aku malah jadi penasaran, kok dia tahu namaku dan tahu kalau aku lama tinggal di Bandung. Padahal seingatku aku tidak pernah kenalan apalagi ngobrol dengan dia selama ini, walaupun kadang aku masih melihat dia sedang di rumah neneknya ketika aku main ke rumah pakdheku.

“Kok, mas tahu namaku dan tahu kalau aku tinggal di Bandung selama ini, rasanya kita nggak pernah kenal” tanyaku penasaran. “Ok deh … sekarang aja kenalannya yuk … namaku AVIP..mungkin kamu sudah pernah tahu dari Mia atau dari sepupumu” katanya sambil menyodorkan tangannya lagi ke arahku. “He…he…iya deh boleh…karena mas sudah tahu namaku, jadi nggak perlu kusebutin lagi khan” kataku sambil membalas sodoran tangannya untuk berkenalan. Selanjutnya tak terasa obrolan pun mengalir diantara kita serasa ketemu teman lama. Akhirnya aku tahu kalau dia dari dulu sebenarnya sudah mengetahui tentang keluargaku sewaktu rumah kami masih di sebelah rumah pakdheku, dan sesudah kami sekeluarga pindah ke lain desa dia juga masih sering mendengar cerita tentang keluarga kami dari sepupuku.

“Aku dengar kamu sudah lulus dari ITB dan sekarang juga sudah kerja di Bandung ya ‘Si?” tanyanya. “Bener, mas…aku sekarang kerja di konsultan engineering untuk suatu proyek perkotaan di Bandung. Kalau mas sendiri sekarang sudah kerja dimana ?” balasku. “Aku hanya kerja di sebuah Badan Perkreditan yang masih kecil dan belum lama berdiri. Kebetulan aku dan temanku “Suga” dipercaya untuk mengelola dan mengembangkannya bersama anak pemilik modal terbesarnya. Sebagian besar investasi berasal dari pak Brojo salah satu orang terkaya di kota kita yang pasti kamu juga sudah tahu, dan hanya sebagian kecil yang berasal dari aku dan Suga. Makanya anak cewek pak Brojo yang menjadi Direktur Utama-nya, sedangkan aku dan Suga lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan operasionalnya. Kau kenal Suga khan?” jelasnya.

Aku tersenyum kecil mendengar nama si Suga dia sebut, terlintas dalam ingatanku seorang cowok bandel dan ‘playboy’ anak juragan kacang yang rumahnya masih satu desa dengan pakdheku. Tapi sewaktu aku sudah SMA orang tuanya membuka usaha produksi cemilan kacang tak jauh dari rumahku yang baru. Aku masih sering ketemu si Suga, apalagi kebiasaannya sering ngebut naik motor di jalan samping rumahku. Dan kalau melihatku sedang di halaman depan rumah, dia pasti mampir mengajak ngobrol dan bercanda bahkan seringnya menggodaku dengan rayuan gombalnya.

Memang kuakui si Suga itu ganteng dan aku juga suka ke dia, tapi ke-playboy-an, kebandelan dan kegombalannya itu yang membuat aku males dijadikan pacar. Tapi tetap saja…dasar ‘playboy’…walaupun sudah berkali-kali kutolak, nggak bosan-bosannya masih menggoda dan menggombal juga. Kayaknya dia ke-‘pe-de’-an karena dia tahu kalau aku sebenarnya menyukai kegantengannya. Daripada aku musti ‘jutek’ ke dia, lama-lama aku nikmatin saja kegantengannya, godaannya dan gombalannya, toh dia juga nggak nolak ketika akhirnya kuajak temanan saja. Sampai akhirnya aku harus kuliah di Bandung, kita masih saling cerita lewat surat dan dia pasti menemuiku sewaktu aku pulang kampung pada saat liburan semester. Tapi setelah aku sibuk dengan KKN, Kerja Praktek, Tugas Akhir sampai diwisuda dan langsung dapat kerja hingga akhirnya jarang pulang kampung, aku jadi tidak pernah ketemu dia lagi sampai hari pernikahan sepupuku ini.

“Oh..iya, aku sudah kenal lama sama si Suga. Tapi aku nggak tahu kalau ternyata dia kerja sekantor dengan mas Avip, kukira dia ngelanjutin usaha orang tuanya” kataku sambil masih tersenyum kecil teringat kenanganku dengan si Suga. “Aku tadi juga sudah ketemu dia mas, tapi belum sempat cerita banyak, karena dia sedang sibuk sebagai ketua Pemuda yang ikut mengurus acara pernikahan sepupuku ini” lanjutku. “He..he..sebenarnya aku tadi sudah ngelihat kamu sewaktu ketemu si Suga. Aku awalnya cuma penasaran saja….‘siapa sih cewek berkulit putih bersih ini…cakep lagi….kok akrab bener sama Suga……dan kayaknya aku pernah lihat wajahnya. Karena penasaran akhirnya sambil sibuk barengan Suga ngurusin acara, aku nanya-nanya dan ngobrolin kamu. Makanya aku tahu tentang kamu, namamu dan siapa kamu ‘Si” kata mas Avip sambil tersenyum penuh arti. “Iih…jadi mas tadi bo’ong ya, katanya sudah tahu tentang aku dari dulu..eh..ternyata baru saja dapat ceritanya dari Suga….dasar pembohong” protesku sambil kupukul pundaknya. “Aduh…sakit” pekiknya tertahan..”Maaf deh…tapi aku nggak bo’ong seratus persen kok, memang aku sudah tahu sebagian tentang keluargamu dan aku juga sering lihat kamu kalau sedang main ke pakdhemu, cuma aku memang nggak pernah tahu namamu saja ‘Si” kilah mas Avip. Aku cuma bisa tertawa kecil mendengar pembelaannya dan akhirnya kita malah tertawa bareng menyadari kekonyolannya.

Tak terasa tamu-tamu sudah pada pulang dan para pemuda desa sudah mulai sibuk membereskan piring-piring dan gelas-gelas kotor habis pakai para tamu. Obrolan kita pun terhenti karena mas Avip harus kembali ikut membantu membereskan tetek bengek selesainya acara pernikahan. Akupun kembali bergabung dengan keluargaku untuk mengobrol sebentar dengan pengantin dan keluarga pakdheku yang lainnya dan selanjutnya sekalian pamitan pulang. Aku sempat ketemu lagi dan ngobrol sedikit dengan Suga dan akhirnya pamitan pulang juga ke dia. “Kalau sempat nanti aku ke rumahmu sebelum kamu balik ke Bandung ya ‘Si” katanya. “Ok..deh..ditunggu ya…bye” jawabku sambil beranjak pulang.

Sewaktu aku berdiri di gerbang depan menunggu adikku dengan kendaraannya untuk pulang, mas Avip berlari-lari kecil menghampiriku, “Si, sebelum kamu pulang aku mau ngomong ‘bentar”. “Ada apa mas?” tanyaku. “Kapan kamu balik ke Bandung ‘Si?” tanyanya. “Hari Selasa sore mas, naik kereta yang jam 9 malam dari Solo, karena hari Rabu aku sudah ngantor lagi” jawabku. “Begitu..ya…kok cepet sih…aku kira kamu baliknya masih minggu depan” katanya pelan. “Memang kenapa mas?” tanyaku. “Ehm..aku pengin main sebelum kamu balik ke Bandung ‘Si….boleh nggak kalau aku ke rumahmu hari Senin malem besok dan hari Selasa-nya pulang kerja sekalian nganter kamu ke stasiun?” pintanya dengan wajah yang agak menghiba tapi masih dengan senyum manisnya. Sejujurnya aku agak kaget mendengarnya dan tanpa kusadari tiba-tiba kurasakan ada suatu perasaan asing menyelinap di dadaku yang membuat aku agak ‘deg-deg pyur’ juga. “Ya sudah…kalau mas mau main aku tunggu di rumah hari Senin malem, kalau hari Selasa-nya mau nganter balik, ‘ntar kita omongin lagi saja pas hari Senin besok. Anyway, thanks ya mas” jawabku akhirnya. “Ok, thanks juga ya ‘Si. Cepetan tuh..adikmu sudah nungguin di kendaraannya, ’ntar dia ngambek lagi…see you tomorrow ‘Si…..bye” katanya. Sambil berlari kecil menuju kendaraan, kulambaikan tanganku ke mas Avip sambil setengah berteriak “..bye mas..see you…”

Malamnya sewaktu aku ngobrol dengan kakakku di tempat tidur, kuceritakan tentang perkenalanku dengan mas Avip di pesta pernikahan sepupuku siang tadi. Kakakku cuma senyam-senyum dan ketawa-ketiwi saja sambil meledek ”Aduh yang asyik ‘mojok’ di pesta…sampai-sampai kakaknya nggak dianggep ‘babar blas’….kue-kue dan hidangan yang nyamleng pun tak mampu menggodamu untuk melahapnya…..mentang-mentang santapannya cowok cakep…kayaknya si upik “man-hater” mulai jatuh cinta ya.” Kesal juga aku dibuatnya, tapi memang aku tidak bisa menyembunyikan perasaan “asing” yang masih menyelimuti hatiku dan seakan terbaca jelas di wajahku oleh kakak yang sudah jagoan pacaran dan pinter menebak orang jatuh cinta. Setelah capai meledek, kakakku sempat sedikit menasehati, ”Kamu hati-hati ya kenalan sama Avip, apalagi katamu dia temenan sama si bandel Suga. Walaupun aku kenal dekat sama Mia-adiknya tapi aku juga nggak begitu kenal sama si Avip ini. Belum lagi nanti kalau kamu dengar komentar ibu tentang dia dan keluarganya, terutama tentang neneknya yang dulu musuhan sama keluarga pakdhe.” Sambil mencoba menutupi perasaanku, kujawab saja enteng “Iya, deh…dia besok khan cuma mau main saja.” Tak lama kemudian sudah kudengar suara dengkurannya, ternyata dia sudah terlelap tidur.

Kulihat jam di dinding kamar sudah menunjuk angka 12, sudah hampir satu jam kucoba memejamkan mataku, tapi mau tidur saja kok susah benar sih….bayangan senyum manis mas Avip di wajahnya yang ganteng dan teduh menari-nari di pelupuk mataku dan semua obrolan dan canda kita siang tadi terngiang kembali di telinga. “Mas Avip lagi mikirin aku juga nggak ya….dia bisa tidur nggak ya….Ya Allah, apakah aku sedang jatuh cinta…atau ‘kesengsem’ bahasa jawanya….”gumamku dalam hati.. Tapi aku kepikiran juga dengan ucapan kakakku sebelum tidur tadi, jangan-jangan mas Avip bandel dan ‘playboy’ juga kayak si Suga… jangan-jangan nanti si Suga marah kalau tahu mas Avip main ke rumah… jangan-jangan nanti ibu nggak suka melihat mas Avip main ke rumah…jangan-jangan nanti mas Avip diinterogasi sama ibu…..jangan-jangan…jangan-jangan…..sampai akhirnya aku terlelap sendiri capai dengan seribu pikiran dan pertanyaan yang menggantung.

No comments: